Pangandaran adalah sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten ini berbatasan langsung dengan Samudera Hindia di bagian selatan. Kabupaten Tasikmalaya di barat. Ciamis di utara, dan Cilacap di bagian Timur. Sumber sejarah mencatat, Pangandaran merupakan bagian kecamatan/ kewadanan wilayah Kabupaten Ciamis sejak berabad-abad silam. Namun, pada akhirnya, dapat memisahkan diri menjadi wilayah otonom baru pada 2012.
Sejak resmi berpisah dari Ciamis, Kabupaten Pangandaran terus giat berbenah. Adanya perbaikan infrastruktur berujung pada perubahan signifikan berbagai objek wisata pantai dan sungai berhasil diwujudkan oleh Pemkab Pangandaran. Contoh paling nyata adalah perubahan wajah pantai Pangandaran yang terdapat tepat di gerbang utama pintu masuk Pangandaran. Awalnya gersang dan semrwaut kini telah berubah menjadi hamparan taman asri berhias air mancur disertai jalur ramah pejalan kaki.
Pangandaran sebagai daerah objek wisata semakin maju berkembang pesat. Keelokan pantai Pangandaran yang biru dan jernih menarik minat wisatawan dari dalam dan luar negeri. Kawasan wisata cagar alam Pangandaran menjadi pusat konservasi berbagai keanekaragaman hayati.
Akan tetapi, sedikit sekali orang mengetahui, Pangandaran sebetulnya memiliki potensi kekayaan budaya lokal yang tak kalah menarik berupa kerajinan seni batik. Seni Batik Pangandaran yang nyaris luput perhatian, mengangkat unsur-unsur pesona kekayaan flora serta biota laut sebagai ciri khasnya.
Kreasi batik bercorak rumput laut, kuda laut, udang jantan, udang windu, bintang laut, pakis marlin, dan ombak samudera berhasil diciptakan oleh salah seorang pembatik sekaligus pendiri kelompok perajin usaha ‘Batik Kodja’ asal desa Kondangjajar, Pangandaran, Rusdaya Soleh Hidayat.
Rusdaya Soleh Hidayat mengungkapkan, motif ikan marlin pada kain batik yang dihasilkannya terinpirasi dari ikon Kabupaten Pangandaran itu sendiri.
“Batik hasil kreasi Batik Kodja memang terinspirasi dari ikon Pangandaran yaitu Ikan biru Marlin,” ujar Rusdaya pada Exovillage.
Motif batik Ikan Marlin. Foto: Batik Kodja
Untuk diketahui, ikan Marlin berjenis marlin biru sebagai ikon Pangandaran bermakna filosofis sebagai karakter ikan lincah, gesit, senang melompat ke udara, serta mandiri. Warna biru melambangkan tenang dan damai. Hal ini selaras dengan cerminan spirit Pangandaran sebagai wilayah otonom baru agar bergerak cepat mensejajarkan diri atau bahkan lebih unggul dari wilayah lain.
Aneka batik bercorak biota laut khas Pangandaran. Foto: Batik Kodja
Pola batik bercorak kekayaan biota laut Batik Kodja dihasilkan secara tradisional, yaitu Tulis dan Cap, atau teknik kombinasi (Tulis dan Cap) dan sudah dipakai sebagai seragam dinas oleh Bupati beserta jajarannya. Saat ini produk kelompok perajin Batik Kodja tersedia melalui pasar konvensional maupun digital. Wisatawan dapat membeli berupa pakaian batik sudah jadi atau berupa kain saja dengan harga cukup terjangkau mulai dari puluhan hingga ratusan ribu untuk dijadikan oleh-oleh khas Pangandaran.
Motif batik corak bintang laut pada iket sunda. Foto: Batik Kodja
“Saya berharap Batik Pangandaran semakin dikenal hingga seluruh penjuru negeri, orang-orang yang datang ke Pangandaran jadi tahu kalau Pangandaran juga punya batik,” ujar Rusdaya berharap. Rusdaya beserta kelompok pengrajin Batik Kodja masih giat menggelar acara workshop bertaraf regional hingga nasional. Rusdaya akan terus berupaya agar batik pangandaran terus lestari. Hal ini patut diapresiasi mengingat sulitnya untuk bertahan di masa pandemi.
Batik berbahan pewarna alami
Sementara itu, Elin Herlina, pembatik asal Margacinta, Cijulang, Pangandaran, berhasil menghasilkan karya batik menggunakan bahan pewarna alami dari getah buah dahon. Buah dahon atau kiwel dihasilkan dari pohon palem nipah yang biasanya banyak tumbuh di daerah pesisir, seperti air payau atau hutan mangrove.
Buah dahon atau kiwel selama ini sering dijadikan manisan oleh masyarakat setempat, sedangkan daun pohon dahon berbentuk panjang dan lebar kerap dijadikan atap bangunan. Namun, di tangan Elin berhasil mengubahnya menjadi sebuah mahakarya. Ialah teknik Ecoprint Batik Dahon sebuah teknik pewarnaan kain menggunakan bahan dasar kulit atau getah buah dahon.
Buah dahon/kiwel. Foto: Exovillage
Pada Exovillage, Elin mengungkapkan, dirinya terinspirasi kejadian semasa kecil ketika getah buah dahon yang menempel di pakaiannya sulit dihilangkan, meski dengan deterjen atau pemutih sekalipun. Hal itu lantas memberinya ide untuk mengolah buah dahon agar dapat menghasilkan pigmen warna yang tak hanya cantik tapi juga kuat dan tahan lama.
Warna-warna yang dihasilkan pun cukup bervariasi seperti pink, kuning, peach, abu-abu, tergantung proses penguncian warna. Proses ekstraksi warna dihasilkan secara alami berbahan dasar buah dahon. “Saya berupaya memanfaatkan bahan yang tersedia di alam, terutama pohon dahon banyak tumbuh di pesisir pantai Pangandaran,” ujar Elin.
Elin juga menegaskan bahan pewarna berbahan dasar alami tidak mencemari lingkungan, limbahnya masih dapat dimanfaatkan. Air bekas celupan kain dapat digunakan untuk menyiram tanaman sedangkan daun-daunnya bisa dimanfaatkan sebagai pupuk. “Dengan menggunakan bahan pewarna alam kita juga dituntut untuk mau menanam dan memelihara lingkungan sekitar,” tegas Elin.
Proses pewarnaan kain dari buah dahon cukup mudah. Kain yang sudah mendapat perlakuan, dicelupkan pada larutan buah dahon tersebut untuk mendapatkan warna. “Untuk sepuluh kain batik butuh waktu sekitar satu minggu, kalau untuk pembuatan motif dan warna pada sepatu kira-kira butuh 5 hari sampai jadi,” ucapnya.
foto: Ecoprint Batik Dahon
Teknik lain yaitu dengan cara dipukul-pukul atau founding, daun atau bunga dahon diletakkan di atas bahan dasar kemudian dilapisi lalu dipukul-pukul sehingga terjadi proses pemindahan baik warna dan bentuk daun atau bunga ke kain bahan dasar tersebut. Proses ini relatif singkat yaitu sekitar 1 jam sampai jadi.
Sementara untuk menghasilkan variasi motif batik, Elin memanfaatkan dedaunan seperti daun lanang, daun jati, daun eucalyptus, baik yang masih segar maupun sudah gugur dari lingkungan sekitarnya. Hasil kreasi perpaduan berbagai macam pola bentuk dedaunan menciptakan motif batik unik dan menarik dalam beragam kreasi produk seperti tas, sepatu, pakaian kemeja, topi, selendang, dan lain sebagainya.
Bekerja sama dengan ASITA dan Tour guide lokal setempat, Elin membuka kesempatan bagi para wisatawan asing dan domestik untuk mengikuti workshop teknik Ecoprint Batik Dahon di kediamannya. Apabila jumlah peserta workshop melebih kapasitas, lokasi berpindah ke Taman Budaya Sagati di Desa Margacinta, Kecamatan Cijulang, Pangandaran.
Workshop Ecoprint Batik Dahon di Parigi, Pangandaran.
Foto: Ecoprint Batik Dahon
Kegiatan workshop Ecoprint Batik Dahon tidak hanya terbatas dilakukan di Pangandaran. Baru-baru ini, Elin beserta timnya menggelar workshop di Desa Lingga jati, Kabupaten Tasikmalaya. Elin memberikan pelatihan teknik dasar ecoprint bagi ibu-ibu PKK setempat dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Bagi wisatawan yang tertarik, saat ini produk Ecoprint Batik Dahon telah tersedia di market place terkemuka dan telah memiliki banyak penggemar dari berbagai kalangan masyarakat sampai lintas negara seperti Belanda, Jepang, Singapura, dan lain sebagainya.
Diperbarui : 08 Sep 2021